Habibku’s Blog

Just another WordPress.com weblog

HAK ASASI MANUSIA GANGGUAN JIWA

Gangguan mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi Maramis, 2005). Suatu kondisi sehat yang dihubungkan dengan  kebahagiaan, kepuasaan,  pencapaian, optimisme dan harapan. Klien dengan gangguan jiwa saat ini telah cukup tinggi yaitu 450 juta dari total populasi dunia teridentifikasi gangguan jiwa dengan berbagai spesifikasi dari mulai gangguan ringan sampai berat. Artinya 1 dari 4 orang mengalami gangguan jiwa dan diperkirakan  20 % individu akan mengalami gangguan jiwa.

Dilaporkan juga bahwa hampir 340 juta orang didunia telah teridentifikasi depresi, 45 juta orang terdiagnosa Skizofrenia, dan 29 juta orang dementia. Gangguan mental mempunyai proporsi yang tinggi untuk mengganggu aktivitas sehari-harinya. Hal ini akan semakin bertambah dari hari kehari (Data WHO, 2001).

Pasien dengan gangguan jiwa atau mantan pasien jiwa ini mempunyai banyak masalah yang dihadapi. Mereka harus menghadapi stigma dan diskriminasi dari lingkungan dan masyarakat, baik dinegara  berkembang maupun negara maju. Stigma yang dihadapi oleh orang dengan gangguan jiwa dimanifestasikan dengan prasangka buruk, ketakutan, merasa bersalah, marah, ditolak dan dijauhi. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan untuk menolak secara politik, ekonomi, sosial dan budaya merupakan issue penting diseluruh dunia, baik diinstitusi maupun komunitas. Kekerasan fisik, sexual dan psikososial adalah bagian hidup sehari-hari yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Selain itu mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil ketika bekerja/melamar/mendapatkan pekerjaan, kesulitan dalam mengakses pelayanan umum, asuransi kesehatan dan kebijakan tertentu. Perlakuan dari institusi kesehatan yang kurang manusiawi juga didapatkan baik disadari ataupun tidak  dimana kurangnya lingkungan yang aman & sehat, kurangnya makanan & pakaian yg layak, kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk pencegahan penyakit menular, keterbatasan staf dgn kemampuan khusus, keterbatasan sistem dan kurangnya SDM yang professional. Mereka juga sering dipaksa/dipojokan bahkan oleh tenaga kesehatan itu sendiri. Mereka juga diekspose secara kejam, tidak mampu, bahkan tidak jarang terjadi exploitasi sexual dan penganiayaan fisik di RSJ.

Legislasi menawarkan suatu mekanisme penting untuk meyakinkan, merawat, melindungi HAM yang sesuai dan adekuat bagi orang-orang dengan gangguan mental dan meningkatkan kesehatan mental banyak orang. Tujuan legislasi kesehatan mental ini yaitu melindungi, meningkatkan, memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan mental warga negara tetapi kenyataan yang ada justru legislasi kesehatan mental ini telah menghasilkan kekerasan. Artinya tidak sedikit orang dengan gangguan mental dapat menjadi bagian dari kekerasan baik sebagai pelaku maupun korban dari aturan/perundangan itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan banyak legislasi tersebut hanya dalam bentuk draf saja yang tujuannya sebagai panduan keselamatan bagi public atau masyarakat dari bahaya akibat tindakan pasien-pasien jiwa dan sebagai bahan untuk pembenaran bagi masyarakat untuk mengisolasi pasien-pasien jiwa. Peraturan lain bahkan menjadi alat pembenar untuk melakukan “Custrodial care” pada pasien dengan gangguan mental yang bertujuan melindungi masyarakat dari bahaya, tetapi tidak melindungi para pasien itu sendiri.

Dari data yang tercatat bahwa hampir 75 % negara didunia yang mempunyai peraturan kesehatan jiwa, hanya 51 % diantaranya baru punya setelah tahun 1990, 15% sebelum 1960 dan secara umum perundangan dibanyak negara menunjukan legislasi kesehatan jiwa telah kedaluarsa dan tidak melindungi hak-hak pasien jiwa.

Legislasi atau dokumen HAM yang tercatat antara lain yaitu undang-undang sesuai tujuan Piagam Charter, bahwa dasar dari kesehatan jiwa adalah HAM. Beberapa prinsip kunci terkait dengan HAM dari Piagam Charter yaitu persamaan dan non diskriminasi, privacy dan otonomi individu, kebebasan dari tindakan yang tidak manusiawi, bebas dari lingkungan yang terisolasi dan hak untuk berpartisipasi serta mendapat informasi. Deklarasi HAM (1948) bersama dengan perjanjian Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR, 1966) dan perjanjian internasional tentang hak ekonomi, sosial dan budaya (ICESCR, 1966), bersama-sama menyusun ”The International Bill Of Rights” yang menyatakan bahwa semua orang bebas, sama hak dan martabat & orang dengan gangguan mental juga berhak menikmati & mendapat perlindungan terhadap hak asasi mereka. Resolusi majelis umum PBB menekankan prinsip perlindungan individu gangguan mental & peningkatan pelayanan kesehatan.

Perjanjian internasional tentang hak yaitu penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial (1965), perjanjian internasional tentang penghapusan terhadap segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (1979) dan perjanjian internasional tentang hak-hak anak (1989), Piagam Sosial Eropa (1966), Piagam Afrika tentang hak azasi manusia (1981) dan protokol tambahan pada perjanjian hak azasi manusia di bidang ekonomi, sosial dan budaya di Amerika (1988).

Konvensi PBB terkait dengan perundangan tentang HAM adalah Hak Perlindungan Anak dan Remaja dengan pasal-pasalnya yaitu pasal 16, 23, 25, 27 dan 32. Pada pasal 16 disebutkan bahwa konvensi tersebut bertanggungjawab untuk perlindungan dari tindakan penyiksaan / membahayakan. Pada tanggal 28 November 2001, PBB mengangkat resolusi baru yang disebut sebagai Convensi Internasional tentang perlindungan dan peningkatan hak dan martabat individu dengan ketidakmampuan. Di wilayah Afrika, Banjul Charter on Human And People Rights, mengatur pasal-pasal tentang hak-hak terkait dengan civil, politik, ekonomi, social dan budaya. Masing-masing diatur dalam pasal 4, 5 dan 16. Pasal-pasal tersebut secara rinci mengatur tentang hak untuk hidup dan integritas manusia, menghargai derajat/martabat manusia, mendapat perlindungan dan larangan untuk eksploitasi dari segala aspek, perdagangan dan tindakan  yang merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Undang-undang Kesehatan Jiwa di Eropa mengatur pasien dengan gangguan mental dilindungi dan dilayani oleh ahlinya. Rekomendasi 1235 pada pasien Psychiatric dan HAM (1994) di Eropa mengatur tentang perawatan sukarela, standart perawat dan pengobatan bagi pasien jiwa dan larangan-larangan untuk melakukan penganiayaan pada pasien psikiatrik dalam pelayanan.

Hukum kesehatan jiwa mempresentasikan arti penting  dari penegakan tujuan dan arah kebijakan. Bila dilakukan secara komprehensif dan diterima secara baik, kebijakan kesehatan mental akan mencakup yaitu penegakan /pengaturan kualitas pelayanan dan fasillitas kesehatan mental, akses perawatan kesehatan jiwa yang berkualitas, perlindungan hak asasi manusia, pengaturan hak-hak asasi manusia, pengembangan secara tegas/kuat prosedur proteksi, promosi/peningkatan kesehatan mental melalui masyarakat dan terintegrasinya pasien dengan gangguan mental kedalam masyarakat. Pada akhirnya, perundangan dapat digunakan sebagai frame work dengan pengembangan kebijakan, sehingga fungsinya sebagai pelindung dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan yaitu pasien dengan gangguan jiwa tidak lagi mendapatkan diskriminasi dan mendapat jaminan bagi keadilan.

Oleh karena itu sudah seharusnya kita menyadari bahwa sesungguhnya pasien dengan gangguan jiwa dan orang yang mengalami masalah kejiwaan adalah saudara kita yang juga memerlukan keadilan atas hak-haknya sebagai manusia. 

 

February 27, 2009 - Posted by | INFO KEPERAWATAN

No comments yet.

Leave a comment